Kembali ke Atas

Kabar

Catatan dari Lapangan (2): Pengalaman SMKN 32 Jakarta Mengoptimalkan Peran Tefa

Laporan ini merupakan bagian kedua dari seri catatan lapangan tentang SMK. Tim PSKP melakukan beberapa kunjungan ke sekolah untuk mendapatkan cerita tentang pemanfaatan Rapor Pendidikan dan peran teaching factory (Tefa) dalam meningkatkan kompetensi siswa SMK.

Pada pertengahan Februari 2025, Tim Kerja Substansi Standar Tata Kelola Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) berkesempatan mengunjungi SMKN 32 Jakarta untuk melihat langsung praktik baik SMK dalam pengelolaan dan pemanfaatan teaching factory (Tefa). SMKN 32 Jakarta telah menerapkan model pembelajaran Tefa pada semua konsentrasi keahlian (KK) yang dimiliki, yaitu Kuliner, Desain Produksi Busana, dan Perhotelan.

SMKN 32 Jakarta telah ditetapkan sebagai SMK BLUD berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 267 Tahun 2021 Tentang Penetapan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Penetapan itu salah satunya mempertimbangkan pengembangan dan pengelolaan Tefa yang efektif sehingga mampu melayani jual beli produk hasil karya peserta didik kepada masyarakat. 

Kepala SMKN 32 Jakarta, Tini Kartini mengawali diskusi dengan menjelaskan, “Tefa ini awalnya dulu merupakan unit produksi di SMK yang selanjutnya ada perubahan dari unit produksi menjadi teaching factory.” 

Tini menambahkan, dukungan para guru serta mitra industri yang mau bekerja sama dengan sekolah memicu perkembangan Tefa SMKN 32 hingga seperti saat ini.

“Bahkan kami bersyukur tahun 2021 sekolah kami ditetapkan sebagai SMK BLUD yang dapat mengelola keuangan sendiri untuk kebutuhan pembelajaran, serta melaporkan kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta. Karena ini kan merupakan aset negara,” jelas Tini.

Berdasarkan data pada Dapodik 2025, di Provinsi DKI Jakarta, baru terdapat 12 dari 73 SMK negeri yang telah ditetapkan menjadi BLUD. Menurut informasi Dinas Pendidikan Provinsi DKI, tahun ini akan ada sembilan SMK negeri yang menyusul ditetapkan menjadi SMKN BLUD.

SMK dengan status BLUD dapat merekrut tenaga kerja yang berpengalaman dari luar untuk memenuhi kebutuhan industri. Misalnya, ketika KK Desain Produksi Busana dan KK Kuliner SMKN 32 mendapat pesanan besar dari luar, maka sekolah dapat merekrut tenaga ahli dari luar untuk memenuhi pesanan tersebut.


Tini Kartini, Kepala SMKN 32 Jakarta (Dok. Tim Kajian PSKP)

Tefa merupakan konsep pembelajaran yang mengintegrasikan proses produksi dan layanan nyata ke dalam kurikulum pembelajaran. Dengan mengikuti prosedur dan standar dunia kerja, Tefa diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang kompeten, berkarakter, serta siap kerja. Hasil produksi Tefa digunakan untuk menjaga keberlangsungan operasional Tefa, peningkatan kualitas pembelajaran, pemenuhan sarana praktik produksi, transfer teknologi, pengembangan metode pembelajaran, reinvestasi, dan kesejahteraan warga sekolah.

Implementasi Kelas Industri
Dalam praktiknya, Tefa tidak hanya menuntut keterlibatan warga sekolah maupun pemerintah daerah, tetapi juga pihak industri untuk mendukung perencanaan dan implementasinya di SMK. Sebagai bagian dari upaya mengubah budaya pembelajaran di sekolah, Tefa harus menghadirkan transformasi pembelajaran berbasis produksi (production based learning) menjadi pembelajaran berbasis Tefa yang dapat menghasilkan produk sesuai standar industri.

Dalam model pembelajaran Tefa, peserta didik tidak hanya diajar oleh guru, tetapi juga dibimbing langsung oleh praktisi dari industri. Hal ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari pengalaman nyata dan mendapatkan wawasan yang berharga tentang praktik di industri.

Dalam penyelarasan kurikulum pembelajaran, sekolah dapat menyesuaikan dengan mengikuti standar yang berlaku di industri. Hal ini yang dilakukan SMKN 32 melalui kelas industri pada Tefa KK Perhotelan, Kuliner, maupun Desain Produksi Busana.

Peserta didik yang akan mengikuti kelas industri pun diseleksi langsung oleh industri bersangkutan melalui wawancara sehingga peserta didik yang ikut kelas industri adalah peserta didik pilihan sesuai kriteria industri.

Pada Tefa KK Perhotelan, terdapat tujuh kelas industri yang dinamai sesuai dengan mitra industrinya, yaitu Waringin Hospitality, Union, Swiss-belhotel, Oukwood, Morrissey, Bidakara, dan Fraser. 

Kelas industri tersebut sudah melakukan praktik jasa perhotelan sesuai standar pada mitra industrinya, yaitu front office yang mencakup reception, reservation, telephone operator dan porter. Selain itu, ada juga housekeeping, public area attendant, room attendant, order taker, linen dan uniform attendant, serta laundry attendant

Hal serupa dilakukan oleh KK Desain Produksi Busana yang bermitra dengan industri batik Trusmi Cirebon dalam pengadaan bahan praktik. Sementara mitra industri lainnya, seperti PT Wieda Sejahtera, Butik Claire, dan Butik Purana memberikan bimbingan dalam produksi busana mulai dari desain, pengukuran, pembuatan pola, pemotongan (cutting), dan penjahitan.


Siswa Kelas X dan XI Melakukan Praktik Membuat Rompi atau Busana (Dok. Tim Kajian PSKP)

KK Kuliner dan Desain Produksi Busana juga telah memiliki produk yang dipasarkan kepada masyarakat. Produk kuliner SMKN 32 telah mengikuti berbagai acara, seperti bazar dan lomba, penyediaan konsumsi untuk rapat pada instansi pemerintah maupun swasta, serta penyediaan katering acara pernikahan.


Beberapa Produk KK Desain Produksi Busana (Sumber: Dok. SMKN 32 Jakarta)

Salah satu hasil produksi unggulan KK Kuliner adalah Temkis Cookies, kue inovatif berbahan dasar tempe yang diolah menjadi tepung. Hasil produksi lainnya meliputi roti, pastri, kue basah, dan bolu.

KK Desain Produksi Busana dan Pameran juga aktif mengikuti lomba rancang busana dan modelling dengan busana hasil karya peserta didik, serta memproduksi seragam sekolah bagi peserta didik baru. Untuk memasarkan produk kuliner dan desain busana, SMKN 32 memiliki gerai di kantor Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.


Cookies dan Kue Hasil Produksi Tefa KK Kuliner (Dok. SMKN 32 Jakarta)

Namun, produksi Tefa tersebut bukan tanpa kendala. Banyaknya pesanan dari masyarakat karena sudah mengetahui kualitas produk dari berbagai event yang diikuti ada kalanya tidak dapat dipenuhi secara optimal.  

Kepala SMKN 32 mengatakan, “Jadi kadang kita perlu waktu untuk produksi, tidak bisa dadakan karena alat yang terbatas. Sedangkan alat yang dimiliki selama ini berasal dari bantuan program pemerintah dari Kemendikbud. Seingat saya, mitra industri tidak ada bantuan alat pada SMK pariwisata ini. Meskipun demikian, peralatan Tefa yang ada, saya rasa sudah memadai untuk pembelajaran dan produksi.”

Memupuk Kompetensi melalui Tefa dan Wirausaha 
Dalam pembelajaran, keberadaan Tefa berpengaruh signifikan pada peningkatan kompetensi peserta didik karena peserta didik mempraktikkan langsung standar kerja di industri. Selain itu, Tefa yang telah berjalan baik juga berdampak pada makin berkembangnya kompetensi guru. Sekolah pun mendapatkan keuntungan dari penjualan hasil produksi barang dan jasa.

Peningkatan kompetensi peserta didik tersebut diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang siap bersaing untuk bekerja di industri. Jika melihat data penelusuran lulusan (tracer study) pada 2024, keberadaan Tefa dengan pengelolaan yang sudah baik dan sesuai kebutuhan industri menunjukkan dampak positif pada lulusan SMKN 32. Dari 240 lulusan, sebagian besar (66,25%) bekerja di industri, 25% melanjutkan ke perguruan tinggi, dan sebagian kecil (8,75%) lainnya berwirausaha.

Selain menyiapkan lulusan siap bekerja melalui Tefa, pihak SMKN 32 juga sudah mengajarkan secara langsung pendidikan kewirausahaan kepada peserta didik. Hal ini sejalan dengan tujuan Pemerintah bahwa lulusan SMK diarahkan untuk menerapkan konsep ”BMW” (bekerja, melanjutkan pendidikan, dan wirausaha). 

Hal tersebut dipraktikkan dengan memberikan modal sebesar Rp 500.000 kepada enam tim yang terdiri dari 3 orang peserta didik kelas X sampai kelas XII dari semua konsentrasi keahlian untuk berjualan di kantin yang sudah dipersiapkan oleh sekolah. Setiap minggu, tim yang berbeda akan bergantian berjualan. 

Pelaksanaan praktik wirausaha tersebut secara tidak langsung sudah memberikan pembelajaran dan pengalaman cara memasarkan, cara melayani pelanggan dengan baik, membuat pembukuan, dan sebagainya. Hasil keuntungan dari penjualan dibagi 60% untuk tim dan 40% untuk sekolah yang akan digunakan kembali untuk penyediaan kompor, gas, dan lainnya.

Dengan penerapan model pembelajaran berbasis produksi dan layanan nyata di seluruh konsentrasi keahlian, didukung status BLUD yang memberikan kemandirian pengelolaan keuangan, serta kemitraan erat dengan industri, SMKN 32 Jakarta berhasil mencetak lulusan yang kompeten, siap kerja, dan bahkan memiliki jiwa wirausaha. Hal itu dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. [LSS dkk.]